Akhlak dari kata Al-Akhlak, jamak dari Al-khuluq yang artinya kebiasaan,
perangai, tabiat dan agama.
Menurut Al Gazali, kata akhlak sering diidentikkan dengan kata kholqun (bentuk
lahiriyah) dan Khuluqun (bentuk batiniyah), jika dikaitkan dengan seseorang
yang bagus berupa kholqun dan khulqunnya, maka artinya adalah bagus dari bentuk
lahiriah dan rohaniyah. Dari dua istilah tersebut dapat kita pahami, bahwa
manusia terdiri dari dua susunan jasmaniyah dan batiniyah. Untuk jasmaniyah
manusia sering menggunakan istilah kholqun, sedangkan untuk rohaniyah manusia
menggunakan istilah khuluqun. Kedua komponen ini memilih gerakan dan bentuk
sendiri-sendiri, ada kalanya bentuk jelek (Qobi’ah) dan adakalanya bentuk baik
(jamilah). Akhlak yang baik disebut adab. Kata adab juga digunakan dalam arti
etiket, yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan
baik antar mereka.
Akhlak disebut juga ilmu tingkah laku / perangai (Imal-Suluh) atau Tahzib
al-akhlak (Filsafat akhlak), atau Al-hikmat al-Amaliyyat, atau al-hikmat al-
khuluqiyyat. Yang dimaksudkan dengan ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang
kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya. Dalam bahasa Indonesia akhlak dapat
diartikan dengan moral, etika, watak, budi pekertim, tingkah laku, perangai,
dan kesusilaan.
Ruang Lingkup Akhlak
a)
Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya
seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan
insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang
utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu
manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai
kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.
b)
Akhlak Berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat.
Kewjiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan
pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran
yang bijak, islam telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai
tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu
untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih
sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara istiqomah, terdidik untuk berani
berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan
dan kemuliaan.
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak
dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati. Karena
keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik,menyekolahkan engkau, mencintai
dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam
masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu
laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada
engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana
engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya
mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena
mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.
c)
Akhlak Bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang
tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak
kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu
mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial
kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul didalam masyarakat. Kesusilaan/moral
selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah
satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan
dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan
dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu
sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan
norma- norma kesusilaan yang berlaku.
d)
Akhlak Bernegara
Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama
denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup
bersama mereka dengan nasib dab penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa
engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama
mereka.
e)
Akhlak Beragama
Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena
itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik
secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk
Tuhan.
Berangkat dari sistematika diatas dengan sedikit modifikasi penulis membagi
pembahasan ruang lingkup akhlak antar lain:
1. Akhlak terhadap Allah SWT
2. Akhlak terhadap Rasullah Swt
3. Akhlak Pribadi
4. Akhlak dalam keluarga
5. Akhlak bermasyarakat
6. Akhl;ak bernagara
Dalam konsep akhlak segala sesuatu dinilai baik atau buruk, terpuji atau
tercela, semata-mata karena syara (Qu’an dan Sunah) yang menilainya demikian.
Namun akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jikqa etika
dibatasi pada sopan santun antar sesame manusia, serta hanya berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah.
Pembinaan Akhlak
Pembinaan adalah suatu usaha untuk membina. Membina adalah memelihara dan
mendidik, dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.
Anak didik adalah anak yang masih dalam proses perkembangan menuju kearah
kedewasaan. Hal ini berarti bahwa anak harus berkembang menjadi manusia yang
dapat hidup dan menyesuaikan dari dalam masyarakat, yang penuh dengan
aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu perlulah anak di
didik, dipimpin kearah yang dapat dan sanggup hidup menuruti aturan-aturan dan
norma-norma kesusilaan. Jadi maksud dari tujuan pendidikan akhlak atau
kesusilaan adalah memimpin anak setia serta mengerjakan segala sesuatu yang
baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan
setiap waktu.
Pada masa sekarang ini demoralisasi telah merajalela dalam kehidupan
masyarakat, maka dari itu diperlukan usaha-usaha pendidikan dalam mengupayakan
pembinaan akhlak terutama pada masa remaja, karena pada masa pubertas dan usia
baligh anak mengalami kekosongan jiwa yang merupakan gejala kegoncangan
pikiran, keragu-raguan, keyakinan agama, atau kehilangan agama. Menurut
Al-Gazaly adalah menunjukkan suatu hikmah bahwa anak puber tersebut memerlukan
bekal untuk mengisi kekosongan jiwanya melalui sublimasi dan “way out” dari
problema yang dihindarinya.
Metode Pendidikan Akhlak
Yang dimaksud dengan metode disini ialah semua cara yang digunakan dalam upaya
mendidik. Adapun metode Islam dalam upaya perbaikan terhadap akhlak adalah
mengacu pada dua hal pokok, yakni pengajaran dan pembiasaan. Yang dimaksud
dengan pengajaran adalah sebagai dimensi teoritis dalam upaya perbaikan dan
pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pembiasaan untuk dimensi praktis
dalam upaya pembentukan (pembinaan) dan persiapan.
Ali Kholil Abu’Ainin didalam kitabnya : Falsafahtul Tarbiyatul Islamiyahtu
Al-Qur’anil karim” mengemukakan secara panjang lebar tentang metode pendidikan
Islam, yang diringkasnya menjadi 11 (sebelas) macam, yaitu :
1. Pengajaran tentang cara beramal dan pengalaman / ketrampilan.
Metode ini dapat dilakukan melalui ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan
ijtihad.
2. Mempergunakan akal
3. Contoh yang baik dan jujur
4. Perintah kepada kebaikan, larangan perbuatan munkar saling berwasiat
kebenaran, kesabaran dan kasih sayang.
5. Nasihat-nasihat
6. Kisah-kisah
7. Tamsil
8. Menggemarkan dan menakutkan atau dorongan dan ancaman.
9. Menanamkan atau menghilangkan kebiasaan.
10. Menyalurkan bakat.
11. Peristiwa-peristiwa yang berlalu.
Menurut al-nahlawi metode pendidikan yang diajurkan, antara lain :
1. Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih
mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang
dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan
tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu,
dll. Kadang-kadang pembicaraan sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak
sampai pada kesimpulan, karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat
pihak lain. Yang manapun ditemukan hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh
berbeda, masing-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap pada dirinya.
Metode Hiwar pada saat ini masih efektif dipakai dalam belajar mengajar, yakni
sama dengan diskusi pada zaman sekarang ini, dan memang cukup efektif untuk
melatih anak didik lebih mandiri karena mereka dapat berdialog dari hasil
bacaan mereka sendiri pada tema yang telah di tentukan oleh gurunya.
2. Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang
studi), kisah sebagai suatu metode pendidikan amatlah penting, untuk dapat
merenungkan kisahnya, yang menyentuh hati umat manusia. Kisah Qur’ani adalah
untuk mendidik perasaan keimanan.
3. Metode amtsal (perumpamaan)
Metode ini banyak kita temui dalam Al-qur’an, antara lain :
Dalam surah Al-Baqarah ayat 17. Perumpamaan orang-orang kafir itu adalah
seperti orang yang menyalakan api.
مثلهم كمثل الذي استو قدنارا فلما اضأت ما حوله ذهب الله بنورهم وتركهم فى ظلمت
لايبصرون
Dalam surah Al-Ankabut ayat 41 Allah mengumpamakan sesembahan atau Tuhan orang
kafir dengan sarang laba-laba, Perumpamaan orang-orang yang berlindung kepada
selain Allah atau seperti laba-laba yang membuat rumah, padahal rumah yang
paling lemah adalah rumah laba-laba.
مثلهم الذين اتخذوا من دون الله اوليأ كمثل المنكبوت اتخذت بيتا وان اوهن البيوت
لبيت المنكبوت لوكانوا يعلمون
Kebaikan dari metode ini adalah :
a) Memudahkan siswa memahami konsep yang abstrak.
b) Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam
perumpamaan tersebut.
c) Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis dan
mudah dipahami.
d) Perumpamaan Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk
berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
4. Metode Teladan
Secara psikologis anak menang senang meniru, tidak saja yang baik, yang
jelekpun ditirunya. Dalam teori tabula rasa (John Lock dan Francis Bacon),
bahwa anak yang baru dilahirkan dapat di umpamakan sebagai kertas putih bersih
yang belum ditulisi, segala kecakapan dan pengetahuan manusia timbul dari
pengalaman yang masuk melalui alat indra.
5. Metode Pembiasaan
Inti dari pembiasaan adalah pengulangan, metode mendidik anak murid pada masa
kini. Yang menetapkan bahwa dengan cara mengulang –ngulangi pengalaman dalam
berbuat sesuatu dapat meninggalkan kesan-kesan yang baik dalam jiwanya, dan
dari aspek inilah anak akan mendapatkan kenikmatan pada waktu
mengulang-ngulangi pengalaman yang baik itu, berbeda dengan
pengalaman-pengalaman tanpa melalui praktik.
6. Metode Ibrah dan mau’idah
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari
sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang
menyebabkan hati mengakuinya. Adapun Mu’idah ialah nasihat yang lembut yang
diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.
7. Metode Targib dan Tarhib
Targib ialah janji terhadap kesenangan, kenilematan akhirat yang disertai
bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan.
Sedangkan menurut Prof. Dr.H.M Arifin Med, bahwa dalam Al-Qur’an dan sunah nabi
dapat ditemukan metode-metode untuk pendidikan agama, antara lain :
a) Perintah / larangan
b) Cerita tentang orang-orang yang taat dan orang-orang yang berdosa (kotor)
serta akibat-akibat dari perbuatannya.
c) Peragaan, misalnya manusia disuruh melihat kejadian dalam alam ini, dengan
melihat gunung, laut, hujan, tumbuhan dan sebagainya.
d) Instruksional (bersifat pengajaran), misalnya menyebutkan sifat-sifat orang
yang beriman, begini dan begitu dan lain sebainya.
e) Acquisition (self : aducation), misalnya menyebutkan tingkah laku orang yang
munafik itu merugikan diri mereka sendiri, dengan maksud manusia jangan menjadi
munafik dan mau mendidik dirinya sendiri kearah iman yang sesungguhnya.
f) Mutual Education (mengajar dalam kelompok), misalnya nabi mengajar sahabat
tentang cara-cara sembah yang dengan contoh perbuatan yang
mendemonstrasikannya.
g) Exposition (dengan menyajikan) yang didahului dengan motivasion (menumbuhkan
minat) yakni dengan memberikan muqodimah lebih dahulu, kemudian baru
menjelaskan pelajarannya.
h) Function (pelajaran dihidupkan dengan praktek) misalnya nabi mengajarkan
tentang hukum-hukum dan syarat-syarat haji, kemudian nabi bersama-sama untuk
mempraktekannya.
i) Explanation (memberi penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas) misalnya
nabi memberi penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an, seperti ayat-ayat yang
memerintahkan bersembahyang dan sebagainya.
Konsep pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-Gazaly tentang
pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai suatu metode
pembentukan akhlak yang utama, terutama karena pembiasaan itu dapat berpengaruh
baik terhadap jiwa manusia, yang memberikan rasa nikmat jika diamalkan sesuai
dengan akhlak yang telah terbentuk dalam dirinya.
Begitu juga metode mendidik anak pada masa kini yang menetapkan bahwa dengan
cara mengulang-ulangi pengalaman dalam berbuat sesuatu dapat meninggalkan
kesan-kesan yang baik dalam jiwanya, dan dari aspek inilah anak akan
mendapatkan kenikmatan pada waktu mengulang-ulangi pengalaman yang baik itu,
berbeda dengan pengalaman yang diperoleh dengan tanpa melalui praktek, maka
kesan yang ditinggalkan adalah jelek.
Pandangan Al-Gazaly tersebut sesuai dengan pandangan ahli pendidikan Amerika
Serikat, John Dewey, yang mengatakan “Pendidikan moral itu terbentuk dari
proses pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang dilakukan oleh murid secara
terus menerus”.
Oleh karena itu pendidikan akhlak menurut John Dewey adalah pendidikan dengan
berbuat dan berkegiatan (learning by doing) yang terdiri dari pada tolong
menolong, berbuat kebajikan dan melayani orang lain, dapat dipercaya dengan
jujur. John Dewey berpendapat bahwa akhlak (moralitas) tidak dapat diajarkan
kepada anak dengan melalui cerita-cerita yang dikisahkannya, akan tetapi hanya
dapat diajarkan melalui praktek yang manusiawi saja. Sehingga kebajikan dan moralitas
dan pengertian yang terkandung didalam cerita-cerita tidak mungkin dipindahkan
(transformasikan) kedalam jiwa anak untuk menjadi akhlaknya, yang kemudian
berinteraksi dengan anak lain berdasarkan atas pemeliharaan
keutamaan-keutamaannya, akhlak (moralitas) hanya dapat diajarkan dengan cara
membiasakan dengan perbuatan praktis.
Tujuan Pembinaan Akhlak
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika
diatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah.
Akhlak lebih luas maknanya daripada yang telah dikemukakan terlebih dahulu
serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya
yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak diniah (agama) mencakup
berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama
makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa).
a) Akhlak Terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah atau pengukuran dan kesadaran bahwa tiada
Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian Agung sifat
terpuji itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu
menjunjungkan hakikatnya.
b) Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan
terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk
larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau
mengambil harta hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak
peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang
disakiti hatinya itu.
قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعهاازى والله غني حليم ( البقره 2/: 263)
Artinya : “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah
yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima)”.
(Q.S. Al-Baqarah/2 : 263).
Disisi lain Al-Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara
wajar. Nabi Muhammad SAW, misalnya dinyatakan sebagai manusia yang sempurna,
namun dinyatakan pula sebagai Rosul yang memperoleh penghormatan melebihi
manusia lain. Karena itu Al-Qur’an berpesan kepada orang-orang mukmin.